Siwa Garut Jadi Pengamen Badut-Jualan Jagung, Usir Kebosanan di Tengah PJJ

oleh -369 Dilihat
oleh

Kabar Garut – Sejumlah siswa di Kabupaten Garut terpaksa turun ke jalan untuk menjadi pengamen badut hingga jualan jagung rebus. Hal itu dilakukan dengan alasan untuk mengusir rasa bosan di tengah pemberlakuan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Seperti yang dilakukan oleh seorang siswa Rafli (14). Dia memilih mengusir kebosanan dengan menjadi pengamen badut dan berjoget di jalanan.

“Daripada diem di rumah, karesel (kesal),” kata Rafli, Minggu (31/1/2021).

Sejak awal Januari 2021 lalu, bocah lelaki berusia 14 tahun ini memutuskan banting setir jadi pengamen badut dan mangkal di jalanan.

Bersama beberapa kawannya, dia menyewa kostum badut dengan tarif sekitar Rp 200 ribu sebulan. Dengan cekatan dan tanpa malu, Rafli begitu ia biasa disapa langsung unjuk aksi di depan para pengemudi yang sedang menunggu lampu merah.

Bocah-bocah pengamen badut ini dengan lihai berjoget. Kadang mereka diiringi musik dari ponsel yang suaranya dinyaringkan dengan speaker. Namun, karena tidak memiliki cukup uang untuk menyewa speaker mereka berjoget tanpa alunan lagu.

Rafli biasanya ngepos di kawasan lampu merah Perempatan Samarang, Kecamatan Tarogong Kaler. Awal-awal lalu, dalam sehari dia bisa meraup duit hingga Rp 100 ribu.

Namun kini penghasilannya berkurang lantaran makin banyak bocah sebaya yang juga jadi pengamen badut. Sekarang Rafli biasanya membawa uang ke rumah Rp 40-60 ribu saja.

“Kadang sekarang mah selain di lampu merah, ngider (keliling) juga ka kampung. Lumayan kadang nambah jadi Rp 60 ribu kalau muter ke kampung,” katanya.

Rafli mengaku dengan senang hati dan tanpa paksaan melakoni profesi ini. Meskipun harus rela panas-panasan bahkan kehujanan di jalan dari siang hingga sore. Uang yang dihasilkan dipakainya untuk jajan sehari-hari.

“Kadang dikasih emak lumayan buat nyangu (masak nasi),” ucap bocah kelas 2 SMP ini.

Fenomena bocah jadi pengamen badut ini ramai setelah sekolah mereka digelar secara daring dampak pandemi COVID-19. Rafli sendiri mengaku mengikuti pelajaran yang disampaikan guru secara daring. Namun, karena mengaku kesal berada di rumah karena PJJ, dia akhirnya memutuskan menjadi pengamen badut.

“Belajar online mah kan cuman sampai jam 10. Ya kalau udah beres langsung ke sini,” tutup Rafli yang berbincang dengan detikcom di kawasan Perempatan Samarang itu.

Fenomena bocah pengamen badut ini makin marak ditemukan khususnya di kawasan perkotaan Garut. Hampir di seluruh pusat perkotaan dan beberapa traffic light yang ada di kota, pengamen badut bisa ditemukan. Mereka biasanya merupakan bocah usia SD hingga SMP. Namun, tak jarang juga orang dewasa yang menjadi pemerannya.

Selain pengamen badut, ada juga fenomena maraknya bocah sekolah jadi penjual jagung rebus. Fenomena itu ditemukan di sekitaran kawasan Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler.

Sama halnya dengan pengamen badut, para bocah yang berjualan jagung rebus keliling merupakan anak berusia SD sampai SMP.

Bermodalkan tolombong, anyaman khas Jawa Barat yang bisa digunakan menyimpan puluhan jagung manis panas, mereka keliling ke perumahan dan perkampungan warga.

Biasanya, para bocah penjual jagung rebus keliling itu merupakan anak dari petani jagung. Salah satunya adalah Reno (14). Bocah lelaki ini menjual jagung manis rebus yang dibuat ibunya.

“Pas ti awal Corona weh. Dagang jagong kan lumayan aya batian (Semenjak awal Corona. Jualan jagung kan lumayan ada untungnya),” kata Reno.

Dalam sehari, Reno bisa membawa sekitar 40 jagung manis rebus panas yang dipikulnya menggunakan tolombong. Dia berjalan ke perkampungan dari rumahnya yang berada di kawasan Cimuncang, Rancabango dengan jarak sekitar 4 kilometer setiap harinya.

Sama halnya dengan Rafli, Reno juga mengaku kesal berada di rumah semenjak pembelajaran tatap muka diliburkan dampak pandemi COVID-19. Namun, bedanya Reno mengaku jarang ikut belajar daring lantaran tak memiliki telepon genggam.

“Kadang mah aya PR ti guru, diwartosan ku rerencangan. Paling dikumpul keun weh ka sakola da teu gaduh HP (Kadang ada PR dari guru, itu informasi dari teman. Paling dikumpulin aja ke sekolah karena enggak punya HP),” katanya.

Selama berjualan jagung, sejak akhir tahun 2020 lalu, Reno mengaku mendapat untung yang lumayan. Setiap jagung manis rebus yang dibawanya dijual Rp 5 ribu. Untungnya dibagi dua dengan sang ibu.

“Jagong modalna dua rebu. Batina keur si mamah sarebu, keur abi dua rebu (Jagung modalnya Rp 2 ribu. Untungnya, buat ibu Rp 1 ribu, buat saya Rp 2 ribu),” ujar Reno.

Sumber : news.detik.com

Editor : Kabar Garut

No More Posts Available.

No more pages to load.