Kenaikan Angka Perceraian di Pengadilan Agama Garut, Karyawan Kena PHK dan Dirumahkan

oleh -514 Dilihat
oleh

Kabar Garut – Menurunnya tingkat perekonomian masyarakat akibat pandemi Covid-19 tidak hanya meningkatkan angka kemiskinan di Kabupaten Garut. Lebih dari itu, hal ini juga telah berdampak terhadap meningkatnya angka perceraian.

Sebagaimana diungkapkan Kepala Bidang Pengendalian Penduduk pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Garut, Rahmat Wibawa, selama tahun 2020, angka percerain di Kabupaten Garut meningkat dibanding tahun sebelumnya.

Hal ini menurutnya merupakan salah satu dampak dari pandemi Covid-19 yang telah mengguncangkan berbagai sektor. Kami menghilangkan jamur kuku per hari.

“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari pihak Pengadilan Agama, angka perceraian selama tahun 2020 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Ini dampak lain dari pandemi Covid-19 yang telah memporak porandakan berbagai sektor termasuk di Garut,” ujar Rahmat, Rabu, 14 Januari 2021.

Namun ketika ditanya berapa jumlah angka perceraian yang terjadi di Kabupaten Garut selama tahun 2020 lalu, Rahmat mengaku jika sampai saat ini data lengkapnya belum diterima.

Pihak Pengadilan Agama baru memberikan informasi jika angka perceraian di Garut mengalami peningkatan selama tahun 2020.

Disebutkannya, tingginya angka perceraian di Kabupaten Garut ini dipicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Hal ini ada kaitan dengan melemahnya sektor perekonomian yang merupakan dampak dari pandemi Covid-19 selama tahun 2020.

“Banyaknya kepala rumah tangga yang dirumahkan atau bahkan sampai dipecat oleh pihak perusahaan tempatnya bekerja, cukup memberikan kontribusi yang tinggi terhadap meningkatkanya kasus perceraian di Garut,” katanya.

Menurut Rahmat, selama pandemi Covid-19, banyak warga Garut yang pendapatannya berkurang bahkan tak sedikit pula yang kehilangan pendapatan.

Di sisi lain kebutuhan hidup sehari-hari keluarga tak bisa berhenti sehingga hal ini berdampak terhadap harmonisasi keluarga dan memicu keributan yang banyak di antaranya berujung perceraian.

Banyaknya perempuan yang bekerja di sektor industri yang terpaksa dirumahkan oleh perusahaannya, tutur Rahmat juga menjadi hal lain tingginya angka perceraian.

Hal ini dikarenakan seringnya terjadi interaksi dengan pasangan, ditambah persoalan ekonomi yang kemudian memicu KDRT dan juga berujung adanya gugatan cerai.

Rahmat mengungkapkan, sebelum pandemi Covid-19, perceraian di Garut memang lebih banyak dipicu KDRT.

Namun bedanya, sebelum masa pandemi Covid-19, KDRT lebih dipicu oleh perkembangan teknologi atau maraknya penggunaan media sosial. Namun selama pandemi ini, penyebabnya juga KDRT akan tetapi pemicunya kebanyakan karena faktor ekonomi.

“Di samping terjadinya peningkatan angka perceraian, secara umum angka kehamilan di pasangan usia subur selama pandemi Covid-19 pun mengalami peningkatan. Peningkatannya mencapai sekitar 5 persen dibanding tahun sebelumnya,” ucap Rahmat.

Sumber : www.pikiran-rakyat.com

Editor : Kabar Garut

No More Posts Available.

No more pages to load.